Minggu, 17 November 2013

Sepak Terjang Bahasa Indonesia Di Negara Luar

Jejak Langkah Bahasa Indonesia di China



Menginjakkan kaki pertama kali di kota Beijing bagi seorang pemula di China seperti menjadi seorang yang buta huruf, bisu dan tuli karena semua tulisan dalam bahasa China, sedikit sekali tulisan yang berbahasa Inggris. Namun, setelah 3 bulan hidup di Kota Beijing, kesulitan bahasa dalam berkomunikasi bukanlah penyebab utamanya karena rupanya Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu tidak asing lagi ditelinga orang China. Kontak bahasa dan budaya antara Indonesia dan China sudah terjalin jauh sebelum perang kemerdekaan berlangsung, semisal kontak misi budaya delegasi Kerajaan Galuh dari Jawa Barat yang mempopulerkan Seni Angklung pernah menginjakkan kakinya di kota Siming (sekarang berubah nama menjadi Xiamen) provinsi Fujian China tahun 1912 jaman dinasti Qing.
Namun perkembangan Bahasa Indonesia di China “bagai kerapu diatas batu, hidup segan matupun tak mau”. Lebih parah lagi, ada fase kosong hubungan diplomatik antara Indonesia dan China yang terjadi pada periode tahun 1965-1988 yang menyebabkan perkembangan Bahasa Indonesia mencapai titik kelam yang hampir pupus. Untungnya masih banyak Indonesianis-Indonesianis yang dengan gigih tanpa pamrih tetap bersikukuh mempertahankan jurusan bahasa Indonesia di beberapa perguruan tinggi untuk terus hidup dan berkembang di RRC.

Berikut ini paparan perjalanan nasib Bahasa Indonesia di beberapa perguruan tinggi di RRC:

a. Peking University
Universitas ini didirikan pada tahun 1898 di Beijing. Pada school of Foreign languages, program studi Bahasa Indonesia mulai dibuka sejak tahun 1950 dan telah meluluskan 2 angkatan sebanyak 48 orang yang kemudian sebagian besar bekerja di Kedutaan Besar China di Indonesia dan Kementerian Luar Negeri China.
Ketika periode pemutusan hubungan diplomatik, Prodi Bahasa Indonesia digabung dengan Prodi Malaysia dengan nama Prodi Indonesia-malaysia. Prof. Liang Liji dan Prof. Kong Yuanzhi lebih memilih mendalami bahasa Melayu karena keterbatasan sumber bacaan dan tenaga ahli Bahasa Indonesia waktu itu.
Prodi Indonesia-Malaysia hanya menerima mahasiswa setiap 4 tahun sekali, sekarang sudah ada 10 angkatan yang lulus dari Peking University. Tahun 2012 hanya terdapat 24 mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia-Malaysia.
Pola pengajaran bahasa lebih condong ke bahasa Melayu, sehubungan dengan kontak yang sangat intensif antara Malaysia dan China seperti penganugerahan medali kehormatan dari Abdullah Ahmad Badawi tahun 2004 kepada Prof. Liang Liji atas jasanya mempromosikan Bahasa Melayu di China.
Sukar untuk mengatakan bahwa prodi Indonesia-Malaysia ini sedang mengajarkan Bahasa Indonesia, mengingat tata bahasa dan pakem bahasa yang diajarkan adalah Bahasa Melayu.
Nama prodi yang masih tetap memakai nama prodi Indonesia-malaysia, adalah karena bahwa sesungguhnya Prodi ini dulunya bernama prodi Bahasa Indonesia.
Perlu bantuan semua pihak untuk aktif membantu Peking University kembali memisahkan prodi Bahasa Indonesia dari prodi Indonesia-Malaysia tersebut.

b. Beijing Foreign Studies University
Universitas yang didirikan pada tahun 1941 di Beijing ini memiliki 44 prodi bahasa, salah satunya adalah prodi Bahasa Indonesia. Prodi Bahasa Indonesia didirikan pada tahun 1950 dengan tujuan mempersiapkan calon diplomat yang akan ditugaskan ke Indonesia.
Ketika masa periode pemutusan hubungan diplomatik dengan Indonesia, jurusan Bahasa Indonesia nyaris ditutup karena tidak ada murid yang mendaftar belajar Bahasa Indonesia selain juga sulit memperoleh sumber belajar dan buku literatur.
Prof. Wu Wenxia satu-satunya dosen yang bertahan dengan idealismenya mempertahankan prodi Bahasa Indonesia meskipun hanya tersisa 9 orang murid yang mau belajar Bahasa Indonesia. Dilain pihak prodi Bahasa Melayu berkembang dengan pesat, sehingga setiap 2 tahun sekali menerima 30 mahasiswa baru untuk belajar Bahasa Melayu.

Ada upaya dari Fakultas Asia Afrika yang menaungi prodi ini untuk menggabungkan prodi Bahasa Indonesia dengan Bahasa Melayu. Tetapi Prof. Wu wenxia tetap pada pendiriannya bahwa prodi Bahasa Indonesia berbeda jauh dengan Prodi Melayu dan sulit untuk dilakukan penggabungan.

Kini Prodi Bahasa Indonesia di BFSU hanya memiliki 16 mahasiswa dan penerimaan siswa baru dilakukan 4 tahun sekali.
Pendirian Indonesia Center di BFSU, bukan tanpa alasan. Alasan yang kuat didirikannya Indonesia Center yang diresmikan oleh Mendikbud tanggal 24 Maret 2012 tersebut adalah menyelamatkan prodi Bahasa Indonesia dari upaya penggabungan prodi ini dengan prodi Melayu seperti yang dilakukan di Peking University. Alasan Fakultas Asia Afrika adalah karena prodi Indonesia sepi peminat.
Prof. Wu Wenxia mengucapkan terima kasih atas upaya Atase Pendidikan dan Kementerian Pendidikan Indonesia menyemangati keberlangsungan prodi Indonesia dengan membuka Indonesia Center, melaksanakan kegiatan Diklat BIPA dan Diklat Seni dan Budaya Indonesia di BFSU, mengingat sumber belajar dan dosen bahasa dari Indonesia sangat langka tersedia di Beijing. Menurut beliau Kampus BFSU seringkali menerima kunjungan  delegasi universitas dari Indonesia, baik itu yang hanya sekedar berkunjung bahkan sampai menandatangani MOU. Namun sangat disesali bahwa hilir mudik rombongan besar delegasi dari Perguruan Tinggi Indonesia yang berkunjung ke kampus BFSU tersebut tidak memberi manfaat bagi perkembangan Prodi Bahasa Indonesia yang digawangi-nya selama 32 tahun itu. Hal tersebut diamini oleh Prof. Wu Zongyu pakar bahasa Melayu di BFSU, menurutnya lain cerita dengan lawatan universitas asal Malaysia, setiap lawatan universitas asal Malaysia selalu memberi manfaat bagi perkembangan prodi Bahasa Melayu di BFSU. Mobilisasi mahasiswa antar kedua negara aktif dijalin, terdapat 100 mahasiswa asal Malaysia sedang menuntut ilmu di BFSU dalam skema program sandwich antara universitas kedua negara. Kehadiran mahasiswa Malaysia di kampus BFSU menyebabkan prodi Bahasa Melayu lebih diminati ketimbang prodi Bahasa Indonesia. Tercatat sebanyak 2 kelas yang berjumlah 60 mahasiswa China sedang menuntut ilmu bahasa Melayu.

c. Communication University of China (CUC)
CUC didirikan oleh Kementerian Pendidikan China di tahun 1954 dengan tujuan mendidik calon pewarta televisi dan media cetak. Prodi Bahasa Indonesia pernah berdiri sejak tahun 1954 namun kemudian terpaksa ditutup tahun 1967 pada periode pemutusan hubungan diplomatik antara Indonesia dan China tahun 1965-1988 karena kurangnya tenaga pengajar. Mahasiswa prodi Bahasa Indonesia kemudian dialihkan ke prodi Bahasa Melayu yang sampai sekarang masih hidup di CUC.

d. Shanghai International Studies University (SHISU)
Universitas ini berdiri sejak tahun 1949 di Shanghai. Tahun 1951 Prodi Indonesia didirikan. Kemudian prodi Indonesia pernah ditutup tahun 1965 dan dibuka kembali ditahun 1985 karena kebutuhan akan penutur bahasa Indonesia dirasakan sangat banyak di Shanghai mengingat hubungan dunia bisnis Indonesia dengan Shanghai berkembang pesat.  Prodi Indonesia di SHISU perkembangannya lebih menggembirakan daripada prodi Indonesia di bagian utara China.

e. Guangdong Foreign Studies University (GDFSU)
GDFSU berdiri sejak tahun 1965 sebagai universitas yang menyediakan 27 prodi bahasa asing. Prodi Indonesia-malaysia didirikan pada tahun 1978 dan mulai menerima murid. Logika penggabungan prodi Indonesia-malaysia adalah karena menurut ibu Rohani dosen GDFSU bahwa kedua bahasa tersebut memiliki asal usul bahasa yang sama. Pembelajaran di dalam kelas lebih mengarah ke Bahasa Melayu karena sumber bacaan tersedia lebih banyak dalam Bahasa Melayu daripada dalam Bahasa Indonesia.
Namun ironinya, alumni dari GDFSU sebagian besar setelah lulus lebih banyak bekerja di Indonesia daripada di Malaysia. Penerimaan siswa baru dilakukan setiap tahun dengan jumlah siswa setiap angkatan sebanyak 24 orang.
Terdapat Pusat studi Indonesia sebagai lembaga riset mengenai budaya dan bahasa di Indonesia yang didirikan oleh para dosen dan peneliti masalah-masalah Asia Tenggara di GDFSU.

f. Guangxi University for Nationalities (GXUN)
GXUN berdiri sejak tahun 1952 yang merupakan universitas dibawah pengelolaan Dewan Negara (setingkat kementerian) untuk Suku Minoritas RRC.
Prodi Bahasa Indonesia di GXUN menduduki posisi terhormat dan lulusannya banyak diserap sebagai pegawai di Waiban (Kantor Urusan Luar Negeri Pemerintah Provinsi dan Kementerian Luar Negeri RRC). Selain itu banyak yang menjadi dosen di perguruan tinggi lainnya yang memiliki prodi Bahasa Indonesia.
Prodi Indonesia berdiri sejak tahun 1978 dan setiap tahunnya menerima siswa kurang lebih 20 siswa setiap angkatannya.
GXUN memiliki kerjasama dengan beberapa universitas di Indonesia salah satunya sebagai universitas pembina untuk Konfusius Institut di Universitas Tanjung Pura Pontianak. Sekaitan hal tersebut, perlu kiranya Universitas Tanjung Pura sebagai mitra kerjanya untuk aktif mendorong GXUN mengembangkan Prodi Bahasa Indonesia dan membantu GXUN dalam melengkapi literatur dan dosen Bahasa Indonesia.

g. Guangxi Normal University (GXNU)
GXNU berdiri sejak tahun 1932 di kota Guilin dan merupakan universitas pembina bagi Konfusius Institut di Universitas Negeri Malang. Prodi Bahasa Indonesia baru saja berdiri pada tanggal 5 maret 2011 dan menerima siswa sebanyak 30 orang sebagai angkatan pertama. Sebelumnya prodi Bahasa Indonesia ini hanyalah unit pelayanan kursus Bahasa Indonesia GXNU hasil kerjasama antara Atase Pendidikan Beijing dengan GXNU. Mengingat bahwa kota Guilin merupakan tujuan wisatawan dari Mancanegara termasuk dari Indonesia yang jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun, maka kebutuhan tour guide yang bisa berbahasa Indonesia dibutuhkan dalam jumlah banyak. Kursus Bahasa Indonesia dirintis sejak bulan maret 2011 dengan durasi 2 minggu selama 3 kali penyelenggaraan.
Kerjasama intensif GXNU dengan Universitas Maranatha Bandung memudahkan GXNU meminjam dosen yang juga dimanfaatkan sebagai dosen lepas Bahasa Indonesia.

Kedepan, kerjasama pengembangan Bahasa Indonesia semestinya dikembangkan Universitas Negeri Malang dengan pertukaran dosen Bahasa Indonesia sebagai upaya resiprokal dari GXNU yang telah menjadi universitas pembina Pusat Bahasa China/Mandarin di Universitas Negeri Malang.

Seperti mimpi menjadi kenyataan ujar Prof. Wu ketika melihat Bapak Mendikbud membuka selubung prasasti pembukaan Indonesia Center di Kampus BFSU menandai beroperasinya pusat pendidikan dan budaya Indonesia di Beijing bulan Maret yang lalu. Betapa tidak, karena melalui Pusat ini mengalir bala bantuan dari berbagai penerbit di Indonesia menyumbangkan koleksi buku berbahasa Indonesia dan tenaga pengajar Bahasa Indonesia untuk mendukung propaganda penyebar luasan Bahasa Indonesia di daratan China bagian utara.


Kesimpulan : Inilah saat yang tepat untuk kita para pemerintah dan masyarakat indonesia memperkenalkan bahasa indonesia ke negara negara luar seperti china ,  yang dikabarkan sempat hilang karena ada fase kosong hubungan diplomatik antara Indonesia dan China yang terjadi pada periode tahun 1965-1988 yang membuat perkembangan Bahasa Indonesia mencapai titik kelam yang hampir pupus. Nah saatnya untuk kita sebagai bangsa indonesia saatnya untuk bergerak memperkenalkan bahasa negri ini di negri lain .

sumber : 
http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/19/jejak-langkah-bahasa-indonesia-di-china-465603.html