Menginjakkan kaki pertama kali di kota Beijing bagi seorang
pemula di China seperti menjadi seorang yang buta huruf, bisu dan tuli karena
semua tulisan dalam bahasa China, sedikit sekali tulisan yang berbahasa
Inggris. Namun, setelah 3 bulan hidup di Kota Beijing, kesulitan bahasa dalam
berkomunikasi bukanlah penyebab utamanya karena rupanya Bahasa Indonesia dan
Bahasa Melayu tidak asing lagi ditelinga orang China. Kontak bahasa dan budaya
antara Indonesia dan China sudah terjalin jauh sebelum perang kemerdekaan
berlangsung, semisal kontak misi budaya delegasi Kerajaan Galuh dari Jawa Barat
yang mempopulerkan Seni Angklung pernah menginjakkan kakinya di kota Siming
(sekarang berubah nama menjadi Xiamen) provinsi Fujian China tahun 1912 jaman
dinasti Qing.
Namun perkembangan Bahasa Indonesia di China “bagai kerapu
diatas batu, hidup segan matupun tak mau”. Lebih parah lagi, ada fase kosong
hubungan diplomatik antara Indonesia dan China yang terjadi pada periode tahun
1965-1988 yang menyebabkan perkembangan Bahasa Indonesia mencapai titik kelam
yang hampir pupus. Untungnya masih banyak Indonesianis-Indonesianis yang dengan
gigih tanpa pamrih tetap bersikukuh mempertahankan jurusan bahasa Indonesia di
beberapa perguruan tinggi untuk terus hidup dan berkembang di RRC.
Berikut ini paparan perjalanan nasib Bahasa Indonesia di
beberapa perguruan tinggi di RRC:
a. Peking University
Universitas ini didirikan pada tahun 1898 di Beijing.
Pada school of Foreign languages, program studi Bahasa Indonesia mulai
dibuka sejak tahun 1950 dan telah meluluskan 2 angkatan sebanyak 48 orang yang
kemudian sebagian besar bekerja di Kedutaan Besar China di Indonesia dan
Kementerian Luar Negeri China.
Ketika periode pemutusan hubungan diplomatik, Prodi Bahasa
Indonesia digabung dengan Prodi Malaysia dengan nama Prodi Indonesia-malaysia.
Prof. Liang Liji dan Prof. Kong Yuanzhi lebih memilih mendalami bahasa Melayu
karena keterbatasan sumber bacaan dan tenaga ahli Bahasa Indonesia waktu itu.
Prodi Indonesia-Malaysia hanya menerima mahasiswa setiap 4
tahun sekali, sekarang sudah ada 10 angkatan yang lulus dari Peking University.
Tahun 2012 hanya terdapat 24 mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia-Malaysia.
Pola pengajaran bahasa lebih condong ke bahasa Melayu,
sehubungan dengan kontak yang sangat intensif antara Malaysia dan China seperti
penganugerahan medali kehormatan dari Abdullah Ahmad Badawi tahun 2004 kepada
Prof. Liang Liji atas jasanya mempromosikan Bahasa Melayu di China.
Sukar untuk mengatakan bahwa prodi Indonesia-Malaysia ini
sedang mengajarkan Bahasa Indonesia, mengingat tata bahasa dan pakem bahasa
yang diajarkan adalah Bahasa Melayu.
Nama prodi yang masih tetap memakai nama prodi
Indonesia-malaysia, adalah karena bahwa sesungguhnya Prodi ini dulunya bernama
prodi Bahasa Indonesia.
Perlu bantuan semua pihak untuk aktif membantu Peking
University kembali memisahkan prodi Bahasa Indonesia dari prodi
Indonesia-Malaysia tersebut.
b. Beijing Foreign Studies University
Universitas yang didirikan pada tahun 1941 di Beijing ini
memiliki 44 prodi bahasa, salah satunya adalah prodi Bahasa Indonesia. Prodi
Bahasa Indonesia didirikan pada tahun 1950 dengan tujuan mempersiapkan calon
diplomat yang akan ditugaskan ke Indonesia.
Ketika masa periode pemutusan hubungan diplomatik dengan
Indonesia, jurusan Bahasa Indonesia nyaris ditutup karena tidak ada murid yang
mendaftar belajar Bahasa Indonesia selain juga sulit memperoleh sumber belajar
dan buku literatur.
Prof. Wu Wenxia satu-satunya dosen yang bertahan dengan
idealismenya mempertahankan prodi Bahasa Indonesia meskipun hanya tersisa 9
orang murid yang mau belajar Bahasa Indonesia. Dilain pihak prodi Bahasa Melayu
berkembang dengan pesat, sehingga setiap 2 tahun sekali menerima 30 mahasiswa
baru untuk belajar Bahasa Melayu.
Ada upaya dari Fakultas Asia Afrika yang menaungi prodi ini
untuk menggabungkan prodi Bahasa Indonesia dengan Bahasa Melayu. Tetapi Prof.
Wu wenxia tetap pada pendiriannya bahwa prodi Bahasa Indonesia berbeda jauh
dengan Prodi Melayu dan sulit untuk dilakukan penggabungan.
Kini Prodi Bahasa Indonesia di BFSU hanya memiliki 16 mahasiswa
dan penerimaan siswa baru dilakukan 4 tahun sekali.
Pendirian Indonesia Center di BFSU, bukan tanpa alasan.
Alasan yang kuat didirikannya Indonesia Center yang diresmikan oleh Mendikbud
tanggal 24 Maret 2012 tersebut adalah menyelamatkan prodi Bahasa Indonesia dari
upaya penggabungan prodi ini dengan prodi Melayu seperti yang dilakukan di
Peking University. Alasan Fakultas Asia Afrika adalah karena prodi Indonesia
sepi peminat.
Prof. Wu Wenxia mengucapkan terima kasih atas upaya Atase
Pendidikan dan Kementerian Pendidikan Indonesia menyemangati keberlangsungan
prodi Indonesia dengan membuka Indonesia Center, melaksanakan kegiatan Diklat
BIPA dan Diklat Seni dan Budaya Indonesia di BFSU, mengingat sumber belajar dan
dosen bahasa dari Indonesia sangat langka tersedia di Beijing. Menurut beliau
Kampus BFSU seringkali menerima kunjungan delegasi universitas dari
Indonesia, baik itu yang hanya sekedar berkunjung bahkan sampai menandatangani
MOU. Namun sangat disesali bahwa hilir mudik rombongan besar delegasi dari
Perguruan Tinggi Indonesia yang berkunjung ke kampus BFSU tersebut tidak
memberi manfaat bagi perkembangan Prodi Bahasa Indonesia yang digawangi-nya
selama 32 tahun itu. Hal tersebut diamini oleh Prof. Wu Zongyu pakar bahasa
Melayu di BFSU, menurutnya lain cerita dengan lawatan universitas asal Malaysia,
setiap lawatan universitas asal Malaysia selalu memberi manfaat bagi
perkembangan prodi Bahasa Melayu di BFSU. Mobilisasi mahasiswa antar kedua
negara aktif dijalin, terdapat 100 mahasiswa asal Malaysia sedang menuntut ilmu
di BFSU dalam skema program sandwich antara universitas kedua negara.
Kehadiran mahasiswa Malaysia di kampus BFSU menyebabkan prodi Bahasa Melayu
lebih diminati ketimbang prodi Bahasa Indonesia. Tercatat sebanyak 2 kelas yang
berjumlah 60 mahasiswa China sedang menuntut ilmu bahasa Melayu.
c. Communication University of China (CUC)
CUC didirikan oleh Kementerian Pendidikan China di tahun
1954 dengan tujuan mendidik calon pewarta televisi dan media cetak. Prodi
Bahasa Indonesia pernah berdiri sejak tahun 1954 namun kemudian terpaksa ditutup
tahun 1967 pada periode pemutusan hubungan diplomatik antara Indonesia dan
China tahun 1965-1988 karena kurangnya tenaga pengajar. Mahasiswa prodi Bahasa
Indonesia kemudian dialihkan ke prodi Bahasa Melayu yang sampai sekarang masih
hidup di CUC.
d. Shanghai International Studies University (SHISU)
Universitas ini berdiri sejak tahun 1949 di Shanghai. Tahun
1951 Prodi Indonesia didirikan. Kemudian prodi Indonesia pernah ditutup tahun
1965 dan dibuka kembali ditahun 1985 karena kebutuhan akan penutur bahasa
Indonesia dirasakan sangat banyak di Shanghai mengingat hubungan dunia bisnis
Indonesia dengan Shanghai berkembang pesat. Prodi Indonesia di SHISU
perkembangannya lebih menggembirakan daripada prodi Indonesia di bagian utara
China.
e. Guangdong Foreign Studies University (GDFSU)
GDFSU berdiri sejak tahun 1965 sebagai universitas yang
menyediakan 27 prodi bahasa asing. Prodi Indonesia-malaysia didirikan pada
tahun 1978 dan mulai menerima murid. Logika penggabungan prodi
Indonesia-malaysia adalah karena menurut ibu Rohani dosen GDFSU bahwa kedua
bahasa tersebut memiliki asal usul bahasa yang sama. Pembelajaran di dalam
kelas lebih mengarah ke Bahasa Melayu karena sumber bacaan tersedia lebih
banyak dalam Bahasa Melayu daripada dalam Bahasa Indonesia.
Namun ironinya, alumni dari GDFSU sebagian besar setelah
lulus lebih banyak bekerja di Indonesia daripada di Malaysia. Penerimaan
siswa baru dilakukan setiap tahun dengan jumlah siswa setiap angkatan sebanyak
24 orang.
Terdapat Pusat studi Indonesia sebagai lembaga riset
mengenai budaya dan bahasa di Indonesia yang didirikan oleh para dosen dan
peneliti masalah-masalah Asia Tenggara di GDFSU.
f. Guangxi University for Nationalities (GXUN)
GXUN berdiri sejak tahun 1952 yang merupakan universitas
dibawah pengelolaan Dewan Negara (setingkat kementerian) untuk Suku Minoritas
RRC.
Prodi Bahasa Indonesia di GXUN menduduki posisi terhormat
dan lulusannya banyak diserap sebagai pegawai di Waiban (Kantor Urusan Luar
Negeri Pemerintah Provinsi dan Kementerian Luar Negeri RRC). Selain itu banyak
yang menjadi dosen di perguruan tinggi lainnya yang memiliki prodi Bahasa
Indonesia.
Prodi Indonesia berdiri sejak tahun 1978 dan setiap tahunnya
menerima siswa kurang lebih 20 siswa setiap angkatannya.
GXUN memiliki kerjasama dengan beberapa universitas di
Indonesia salah satunya sebagai universitas pembina untuk Konfusius Institut di
Universitas Tanjung Pura Pontianak. Sekaitan hal tersebut, perlu kiranya
Universitas Tanjung Pura sebagai mitra kerjanya untuk aktif mendorong GXUN mengembangkan
Prodi Bahasa Indonesia dan membantu GXUN dalam melengkapi literatur dan dosen
Bahasa Indonesia.
g. Guangxi Normal University (GXNU)
GXNU berdiri sejak tahun 1932 di kota Guilin dan merupakan
universitas pembina bagi Konfusius Institut di Universitas Negeri Malang. Prodi
Bahasa Indonesia baru saja berdiri pada tanggal 5 maret 2011 dan menerima siswa
sebanyak 30 orang sebagai angkatan pertama. Sebelumnya prodi Bahasa Indonesia
ini hanyalah unit pelayanan kursus Bahasa Indonesia GXNU hasil kerjasama antara
Atase Pendidikan Beijing dengan GXNU. Mengingat bahwa kota Guilin merupakan
tujuan wisatawan dari Mancanegara termasuk dari Indonesia yang jumlahnya
meningkat dari tahun ke tahun, maka kebutuhan tour guide yang bisa
berbahasa Indonesia dibutuhkan dalam jumlah banyak. Kursus Bahasa Indonesia
dirintis sejak bulan maret 2011 dengan durasi 2 minggu selama 3 kali
penyelenggaraan.
Kerjasama intensif GXNU dengan Universitas Maranatha Bandung
memudahkan GXNU meminjam dosen yang juga dimanfaatkan sebagai dosen lepas
Bahasa Indonesia.
Kedepan, kerjasama pengembangan Bahasa Indonesia semestinya
dikembangkan Universitas Negeri Malang dengan pertukaran dosen Bahasa Indonesia
sebagai upaya resiprokal dari GXNU yang telah menjadi universitas pembina Pusat
Bahasa China/Mandarin di Universitas Negeri Malang.
Seperti mimpi menjadi kenyataan ujar Prof. Wu ketika melihat
Bapak Mendikbud membuka selubung prasasti pembukaan Indonesia Center di Kampus
BFSU menandai beroperasinya pusat pendidikan dan budaya Indonesia di Beijing
bulan Maret yang lalu. Betapa tidak, karena melalui Pusat ini mengalir bala
bantuan dari berbagai penerbit di Indonesia menyumbangkan koleksi buku
berbahasa Indonesia dan tenaga pengajar Bahasa Indonesia untuk mendukung
propaganda penyebar luasan Bahasa Indonesia di daratan China bagian utara.
Kesimpulan : Inilah saat yang tepat untuk kita para pemerintah dan masyarakat indonesia memperkenalkan bahasa indonesia ke negara negara luar seperti china , yang dikabarkan sempat hilang karena ada fase kosong
hubungan diplomatik antara Indonesia dan China yang terjadi pada periode tahun
1965-1988 yang membuat perkembangan Bahasa Indonesia mencapai titik kelam
yang hampir pupus. Nah saatnya untuk kita sebagai bangsa indonesia saatnya untuk bergerak memperkenalkan bahasa negri ini di negri lain .
sumber :
http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/19/jejak-langkah-bahasa-indonesia-di-china-465603.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar